background

Ilmu, Santri dan Guru

Ilmu, Santri dan Guru

Ditulis Oleh : Nabil
Sunday, 21 May 2023

Image

Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim, tak terhitung banyak nya nash yang menyebutkan keutamaan keutamaan mencari ilmu, baik dari ayat-ayat Alquran, hadits nabawi, maupun qoul ulama. Ilmu Seperti cahaya yang membawa umat manusia dari kegelapan ke cahaya yang terang benderang.  Imam hasan al bashri berkata : kalaulah bukan karena ilmu, maka tidak ada perbedaan antara hewan dan manusia.
Ilmu memiliki kedudukan yang tinggi dalam agama islam hal ini terlihat jelas dengan dalil bahwa wahyu pertama yang diturunkan oleh allah SWT kepada nabi muhammad adalah kalimat "اقرأ" yang berarti " bacalah ". membaca adalah langkah awal bagi setiap insan untuk mempelajari suatu ilmu.


Dalam hal ini Para ulama mempunyai peran penting dalam mengemban tongkat estafet yang mulanya ditinggalkan oleh nabi kepada para sahabat, kemudian tabi'in dan generasi seterusnya, yang kemudian sampai kepada kita. Mereka yang menjaga kesahih an ilmu yang akan terus diwariskan dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, agama islam menempatkan seseorang yang mewariskan ilmu di tempat yang mulia, memuliakannya adalah salah satu faktor penting bagi seorang murid dalam memperoleh ridhonya, dan ridhonya adalah penentu dalam memperoleh ilmu yang bermanfaat. mereka tidak lain adalah para guru, kyai, yang dengan sabar mendidik kita semua.

إن العلماء ورثة الأنبياء و إن الأنبياء لم يورثوا دينار ولا درهما وإنما ورثوا العلم فمن اخذ به اخذ بحظ وافر


“ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar maupun dirham. Tetapi mereka mewariskan ilmu. Barang siapa yang mengambilnya maka dia telah mengambil bagian yang banyak”
Guru bukanlah seseorang yang hanya mengajarkan ilmunya di sekolah saja. Tetapi siapa saja yang menngajarkan ilmu kepada kita walau hanya satu huruf. Dia adalah guru. Seperti apa yang dikatakan sayyidina ali bin abi thalib radliyallahu ‘anh

قال علي ابن ابي طالب رضي الله عنه : أنا عبد من علمني حرفا واحدا. ان شاء باع وان شاء استرق


Sayyidina ali bin abi thalib radliyallahu ‘anh berkata : aku adalah budak bagi orang yang telah mengajariku ilmu walau hanya satu huruf. Apabila dia berkehendak untuk menjualku, aku siap . Dan apabila ia berkehendak untuk tetap menjadikanku budak, aku siap untuk berkhidmat kepadanya.


Secara eksplisit teks diatas menjelaskan bahwa mereka yang mengajarkan ilmu kepada kita ilmu walau hanya satu huruf. wajib hukumnya bagi kita untuk menghormatinya, dan mematuhi perintahnya. Dan kalau orang yang hanya mengajarkan satu huruf saja layak di hormati dan dipatuhi, bagaimana dengan guru, kyai kita yang dengan keikhlasan dan kesabarannya mendidik kita, memberikan kita ilmu, membimbing kita tanpa henti setiap hari?. Dan perlu ditekankan kembali bahwasannya seorang murid tidak akan memperoleh kemanfaatan ilmu kecuali dengan ridho seorang guru.  Melekatnya ilmu dapat diperoleh dengan muthola’ah, berkahnya diraih dengan berkhidmah, sedangkan manfa’atnya diperoleh dengan adanya ridho guru.
Disebutkan oleh syekh burhanuddin azzarnuji dalam kitabnya ta’liim muta’allim :

اِعْلَمْ، بِأَنَّ طَالِبَ العِلْم لاَيَنَالُ اْلعِلْمَ  وَلَا يَنْتَفِعُ بِهِ اِلَّا بِتَعْظِيْمِ اْلعِلْمِ وَاَهْلِهِ وَ تَعْظِيْمِ الاُسْتَاذِ وَتَوْقِيْرِهِ


Ketahuilah, sesungguhnya orang yang mencari ilmu tidak akan memperoleh ilmu dan kemanfaatannya, kecuali dengan memuliakan ilmu beserta ahlinya, dan menghormati guru.

Bukan hal yang asing lagi bagi telinga kita ketika mendengar seorang santri yang bahkan ketika nyantri dia tidak pernah sekalipun menyentuh kitabnya, dia hanya sibuk berkhidmat kepada kyainya, memenuhi segala kebutuhan kyainya. kemudian ketika dia keluar dari pondok dia menjadi tokoh masyarakat atau bahkan ulama. atau sebaliknya. Apalagi yang bisa memunculkan pengetahuan tanpa pembelajaran? Tentu saja barokah ilmu. Barokah tersebut didapat melalui menjalankan perintah guru dengan ikhlas, dengan niat ta’dzim kepada guru dan mencari ridhonya. kita ditunjukkan sesuatu yang tidak bisa dicerna oleh akal tetapi memang terjadi di sekitar kita.


Saya teringat perkataan alm kh irfan sholeh rohimahullahu ta'ala yang mungkin seluruh santrinya pasti tahu dawuh beliau ini. beliau dawuh : " barokah itu tidak ada teorinya, tapi nyata adanya ". Disini kita dipaksa untuk bertaruh kepada keyakinan kita. Barokah ada bagi mereka yang meyakininya, dan bagi mereka yang tidak, maka jangan salahkan siapapun kecuali dirinya sendiri. Guru, tetaplah guru bagi kita.

Entah berapa lama tak bertemu. sejauh apa jarak memisahkan, ‘alaqoh kita dengan guru kita tidak boleh putus. Sudah sepatutnya kita sebagai santri menempatkan posisi kiai di atas segalanya. Karena sejatinya mereka juga orang tua bagi (ruh) seorang santri. Dan sebisa mungkin menjauhi hal hal yang bisa merusak hubungan kita dengan guru kita. Tak lupa Alaqoh bathiniyyah ( hubungan jiwa ) antara seorang murid dan seorang guru juga berpengaruh besar bagi seorang murid dalam memperoleh ilmu yang bermanfaat.


قال بعضهم: سبعون في مائة أن العلم يُنالُ بسبب قوة الرابطة بين المريد وشيخه.


Sebagian ulama berkata : “ 70% ilmu yang kita peroleh adalah hasil dari kuatnya ikatan antara murid dan gurunya. “


Ada kisah inspiratif di zaman Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani , kisah yang cukup masyhur.
Ada seorang yang busuk hatinya, yang ingin memfitnah Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani. Lalu ia berupaya mencari jalan untuk memfitnahnya. Lalu, ia membuat lubang di dinding rumah Syekh Abdul Qadir untuk mengintipnya. Kebetulan ketika ia mengintipnya, Ia melihat Syekh Abdul Qadir sedang makan bersama muridnya. Dan memberikan sisa ayam yang dimakannya kepada muridnya.


Syekh Abdul Qadir suka makan ayam. Setiap kali beliau makan ayam dan makanan yang lainnya, beliau akan makan separuhnya saja, tidak di habiskan semua. Lebihnya makanan tersebut akan dibagikan kepada muridnya. Setelah orang itu melihat apa yang dilihatnya, orang itu pergi kepada bapak dari murid Syekh Abdul Qadir tadi untuk menceritakan apa yang dilihatnya guna memfitnahnya.
“apakah benar anda mempunyai seorang anak yang sedang belajar kepada  Syekh Abdul Qadir?” Tanya orang itu kepada bapak murid tersebut.
“Ya, benar,” jawab bapak murid itu.
“tahukah engkau, anakmu diperlakukan oleh Syekh Abdul Qadir Jaelani seperti seorang hamba sahaya dan kucing? Syekh Abdul Qadir hanya memberi lebihan sisa makanan pada anak bapak saat makan.”
Mendengar cerita orang tersebut, bapak itu langsung emosi dan tidak puas hatinya. Ia lalu beranjak ke rumah Syekh Abdul Qadir dengan penuh amarah.
“Wahai tuan Syekh, saya menitipkan anak saya kepada tuan Syekh bukan untuk jadi pembantu atau dilakukan seperti kucing. Saya hantar kepada Syekh, supaya anak saya menjadi alim ulama,” Ucap bapak murid itu dengan lantang.
“Kalau begitu ambillah anakmu,” jawab syekh dengan ringan.
Maka si bapak itu mengambil anaknya untuk pulang. Ketika keluar dari rumah Syekh menuju jalan pulang, bapak itu bertanya kepada anaknya beberapa hal mengenai hukum syariat. Ternyata anak itu dapat menjawabnya dengan benar.
Maka bapak itu berubah fikiran untuk mengembalikan anak itu kepada Syekh Abdul Qadir lagi. Lalu mereka berbalik arah kembali menuju rumah Syekh Abdul Qadir.
“Wahai tuan Syekh, mohon maaf atas perlakuan saya, mohon terimalah anak saya kembali untuk belajar dengan tuan,” pintanya melas. “Tuan, didiklah anak saya, ternyata anak saya bukan seorang pembantu  dan juga diperlakukan seperti kucing, saya melihat ilmu anak saya sangat luar biasa bila bersamamu,” lanjutnya.
Namun, Syekh Abdul Qadir menolak.
“Maaf, bukan aku tidak mau menerimanya kembali, tetapi Allah sudah menutup pintu hatinya untuk menerima ilmu dari saya. Allah sudah menutup futuhnya untuk mendapat keberkahan ilmu disebabkan seorang ayah yang tidak beradab kepada guru anak bapak.”


Pada hakikatnya, para kiai sebenarnya memiliki pola pendidikan sendiri yang terkadang gagal dipahami oleh orang lain, termasuk wali santri sendiri. Maka dari itu, dalam berbagai kejadian yang terjadi didalam pondok, sebagai wali santri ataupun masyarakat yang awam tentang pondok pesantren, tidak asal berkomentar sebelum tabayyun (klarifikasi) kepada pihak pondok pesantren.


Jangan sampai orang tua merusak apa yang sudah dibangun oleh anak, Lalu menjadikan ilmu anak tersebut menjadi tidak berkah. disinilah pemasrahan santri kepada pondok memainkan peranan yang sangat penting. Yakinlah bahwa apapun yang dilakukan oleh kyai dan segenap pengurus pondok pesantren tidak lain adalah demi kebaikan santri itu sendiri. Bekas pukulan bisa memudar, tetapi ilmu dan akhlaq yang ditanamkan kepada santri akan kekal sampai akhir hayatnya.

إِنَّ الْمُعَلِّمَ وَالطَّبِيْبَ كِلَاهُمَا # لَا يَنْصَحَانِ إِذَا هُمَا لَمْ يُكْرَمَا
فَاصْبِرْ لِدَائِكَ إِنْ جَفَوْتَ طَبِيْبَهَا # وَاقْنَعْ بِجَهْلِكَ إِنْ جَفَوْتَ مُعَلِّمَا


Sesungguhnya kamu tidak bisa memperoleh kebaikan dari guru dan dokter jika engkau tidak menghormatinya
Maka bersabarlah menahan rasa sakitmu jika kamu mengabaikan saran dokter, dan terimalah kebodohanmu jika kamu tidak patuh kepada kyaimu.

Semoga allah menjadikan kita orang yang beradab kepada makhluknya, terlebih kepada kiai kita yang mengajarkan ilmu kepada kita.sebagai santri kita harus mencari ridho kyai dan berkah ilmu dengan selalu menjaga adab kepada kiai, demikian juga dengan orang tua kita.

Wassalamu’alaikum wr.wb