Sejarah
BACA SEJARAH KITA
Azam Najib 05 Apr 2020
Oleh: A. Beghtasy DH*
Andai kita bisa berkelana, pergi ke masa lalu, mungkin kita bisa bertemu tokoh terkemuka saat itu. Tamanni atau Tarajji yaa?
Tentu kita bisa melihat kehebatan mereka secara langsung, sebagaimana ditulis para sejarawan dan diceritakan oleh para penyair dan dibaca oleh kita di suatu masa yang berbeda.
-Muslim Abad Pertengahan-
Salah satu kehebatan yang sangat fenomenal di abad pertengahan adalah Salahuddin Yusuf al-Ayyubi, atau Saladin dalam sebutan orang Eropa. Dia adalah pahlawan Islam dalam Perang Salib.
Pada tahun 1187 M, Raja Yerussalem , Guy De Lasignan pergi ke Hattin, sebuah tempat di dekat Danau Galilea di Palestina. Dia bermaksud untuk menunjukkan taringnya pada Saladin, agar tidak macam-macam di daerah kekuasaanya. Namun, dengan cerdik Saladin pergi mendahului bersama pasukannya sekaligus menguasai titik-titik sumber air sepanjang wilayah itu.
Tentu saja siasatnya ini membuat kelabakan pasukan salib. Tak pelak, banyak pasukan Guy yang mati kehausan dan sisanya ditaklukan, serta ditawan dengan mudah oleh Saladin. Tapi raja mereka, Guy De Lasignan tetap dibiarkan hidup. Saladin memperlakukan tawanan dengan baik. Padahal dia pernah melakukan kekejian terhadap umat islam, di antaranya, membunuh jamaah haji, berencana menghancurkan ka’bah dan berulangkali merusak perjanjian dengan Sultan Saladin.
Saladin sendiri beranggapan bahwa perang bukanlah tujuan akhir dari perjuangan. Perang dilakukannya hanya sebatas jalan untuk melakukan pembelaan terhadap agama Islam.
Sultan Saladin sendiri dikenal sangat toleran terhadap non-Muslim. Hal itu bisa dilihat dari kebijakannya membiarkan kebebasan bagi pemeluk kristen untuk menjalankan agamanya ketika Mesir dan Yarussalem telah dikuasainya.
Hal ini berbeda dengan perlakuan pasukan Kristen Eropa ketika menaklukan Yarussalem. Perempuan hamil, anak-anak, para lansia, bahkan orang yang kebetulan berada di lorong-lorong jalan, dengan dingin ditebas pedang mereka. Kepala dan bagian tubuh lain yang terpotong berserakan dimana-mana. Jadi siapa yang bilang Muslim kasar dan intoleran? Sebaiknya mereka harus bercermin dari sejarah.
KH Wahid Hasyim dan perwakilan muslim bahkan merelakan hilangnya pasal-pasal yang eksplisit tentang syariah untuk menghormati dan merawat kebhinekaan saat bersidang menentukan dasar negara. Kendatipun umat Islam menjadi mayoritas di Indonesia. Pengorbanan Islam sangat besar dan tanpa pamrih. Itupun sambil menghadapi ketidak pedulian generasi mudanya dalam memahami sejarah. Sebuah peristiwa yang perlu dibaca lagi. Supaya kesalahan yang sama tidak terulang lagi dan inovasi terus berkembang.
Berapa banyak dari kita tahu dan bangga ketika menjelaskan panjang lebar kisah-kisah Columbus si penemu benua Amerika itu. Ataupun perjalanan Marcopolo berkeliling dunia, Bertolomeus Diaz dan Vasco Da Gama menemukan jalan ke india. Mereka disebut penemu meskipun pada dasarnya mereka membuka jalan bagi munculnya kolonialisme dan imperialisme di benua Asia dan Afrika, tempat berkembangnya peradaban islam. Kita tak akan lupa sepak terjang Ratu Isabella dan Raja Ferdinant yang melakukan genosida pada kaum Muslimin di Eropa, mengusir pribumi Indian dari tanahnya di Amerika serta pelaku dari kekacauan lalu lintas perdagangan di Asia yang selama ini berjalan damai diantara para pedagang muslim India, Arab. Cina dan Melayu.
Tak semua dari kita tahu kisah-kisah Musa bin Nushair dalam menaklukan Afrika Utara serta Thariq bin Malik dan Thariq bin Ziyad saat ekspansi ke Spanyol.
Di tingkat lokal, jejak perjuangan KH Wahab Chasbullah dalam menghimpun kaum muslim Indonesia di organisasi bernama NU sudah diakui dunia. NU saat ini menjadi pilihan dan cermin bagi pengembangan sikap toleran (tasamuh) yang termaktub dalam prinsip nilai ke NU an disamping tawazun, tawasuth dan i'tidal. Banyak para ulama dari manca negara yang belajar tentang NU untuk mengembalikan bangsa mereka yang tercabik peperangan karena perbedaan.
Jadi sudah saatnya kita menelisik kembali sejarah hebat kita. Tak hanya membaca. melainkan juga memahami visi, impian dan prinsip para pejuang itu hingga nama mereka termaktub dalam sejarah emas Islam. Semua itu tidak mustahil bila kita mau melangkah. Namun, mustahil bila berjalan saja kita enggan dan malah berkata “semua itu dulu." Dan dengan pesimis kita menghakimi diri kita sebagai bangsa konsumtif dan tidak punya kekuatan apapun.
Sesungguhnya, untuk memulai, kita tidak perlu menuggu besok. Hari ini milik kita. Jika bukan sekarang, kapan lagi? Jika bukan kita, siapa lagi?
*dzuriyyah ppbu, penulis lepas